Fenomena dissenting opinion dalam perkara pidana, khususnya dalam putusan pidana mati merupakan peristiwa yang jarang ditemukan dalam praktik peradilan di Indonesia. Dalam Putusan Nomor 63/Pid.B/2023/Pn Bnr yang menjatuhi hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan berencana, terdapat dissenting opinion hakim yang tidak setuju dengan pemberlakuan hukuman mati dengan pertimbangan hak asasi manusia. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dissenting opinion hakim dalam putusan Nomor 63/Pid/B/2023/Pn Bnr menurut perspektif hak asasi manusia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian kepustakaan yang menggunakan sumber peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, serta literatur hukum lainnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan memberikan penjelasan deskriptif dengan menguraikan data yang diperoleh untuk memperjelas analisis objek yang dikaji. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kasus dan metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis isi (content analysis). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan sumber hukum primer yang digunakan adalah Putusan Nomor 63/Pid.B/2023/Pn Bnr yang di dalamnya terdapat dissenting opinion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dissenting opinion dalam Putusan No. 63/Pid.B/2023/PN Bnr mencerminkan dialektika antara pendekatan abolisionis berbasis hak asasi manusia dan paradigma retensionis yang masih dianut sistem hukum Indonesia. Meskipun suara minoritas menolak pidana mati atas dasar perlindungan hak hidup, pendapat mayoritas yang menjatuhkan pidana mati dinilai sah dan proporsional melalui penerapan teori gabungan (absolut dan relatif), memperlihatkan ketegangan paradigmatik sekaligus dinamika menuju reformasi pemidanaan yang lebih humanis.