Penelitian ini berawal dari latar belakang adanya kesenjangan relevansi antara pemaknaan frasa fantasyirū fī al-arḍi dalam surat Al-Jumu'ah ayat 10, yang cenderung dimaknai sebagai perintah menyebar untuk mencari rezeki, dengan realitas ekonomi kontemporer yang menuntut fleksibilitas dan berkembang pesat di ranah digital. Kesenjangan ini menimbulkan rumusan masalah fundamental: pertama, bagaimana makna historis (al-ma'nā at-tārīkhī) dan signifikansi fenomenal-historis (al-maghzā at-tārikhī) dari frasa tersebut?; kedua, bagaimana relevansi dan makna fenomenal-dinamisnya (al-maghzā al-mutaharrik) dapat dikonstruksikan untuk konteks masa kini yang terus berubah?. Untuk menjawabnya, penelitian kualitatif kepustakaan ini secara sistematis menerapkan pendekatan hermeneutika ma'nā-cum-maghzā dari Sahiron Syamsuddin, yang digunakan untuk membedah lapisan makna teks secara mendalam. Hasil penelitian pada tahap pertama menemukan bahwa al-ma'nā al-tārikhī dari frasa tersebut adalah dorongan dinamis untuk melanjutkan kembali aktivitas duniawi secara fisik setelah ibadah selesai, yang diperkuat oleh analisis linguistik, munasabah antar ayat, dan data intertekstual. Selanjutnya, al-maghzā al-tārikhī ayat ini terungkap sebagai fondasi etos kerja dan anjuran kuat untuk membangun kemandirian ekonomi umat, sebuah pesan yang sangat relevan dengan konteks krisis ekonomi di Madinah. Akhirnya, al-maghzā al-mutaharrik atau signifikansi dinamisnya dikembangkan dengan memperluas makna "bertebaran di bumi" hingga mencakup 'ruang digital'. Pemaknaan ini tidak hanya melegitimasi, tetapi juga mendorong berbagai profesi modern seperti work from home, e-commerce, dan digital advertising sebagai manifestasi ikhtiar yang sejalan dengan semangat ayat. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan bahwa perintah Al-Qur'an memiliki elastisitas makna untuk tetap menjadi panduan etis yang relevan di era globalisasi.