Penggunaan jasa buzzer sebagai strategi pemasaran semakin banyak digunakan. Buzzer berperan aktif dalam membentuk citra dan perspektif publik melalui aktivitas yang mereka lakukan. Fenomena ini menimbulkan persoalan keabsahan hukum, terutama jasa yang mereka lakukan ketika dikaji dari sudut pandang hukum Islam. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik sewa jasa buzzer di Buzzeryok dan mengetahui bagaimana praktik sewa jasa buzzer ini ditinjau dari perspektif Fikih, KHES dan Fatwa DSN-MUI.Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan yuridis empiris. Data primer yang diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat dalam jasa buzzer, sementara data sekunder dihimpun dari studi kepustakaan berupa buku, jurnal ilmiah, skripsi serta karya tulis ilmiah lainnya yang relavan dengan fokus penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan metode snowball sampling serta dokumentasi terhadap berbagai dokumen dan informasi pendukung, adapun teknik analisis data yang digunakan meliputi tahapan reduksi data, penyajian data secara sistematis, serta penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Buzzeryok merupakan platform jasa buzzer yang beroperasi melalui Telegram sejak tahun 2022, dengan menawarkan berbagai tugas digital berbayar seperti fake order, ulasan palsu, follow akun, posting konten, menonton live, hingga mengikuti webinar. Tugas-tugas tersebut dikerjakan oleh masyarakat umum dengan sistem verifikasi melalui Google Form dan pembayaran dalam waktu dua minggu hingga satu bulan. Meskipun dijalankan secara terstruktur dan berbasis insentif, praktik jasa buzzer ini bersifat manipulatif dan tidak sah menurut hukum Islam ditinjau dari Fikih, KHES dan Fatwa DSN-MUI karena mengandung unsur tadlīs (penipuan), gharar (ketidakjelasan), dan bertentangan dengan prinsip kejujuran, keadilan, serta kemaslahatan dalam muamalah.