Angkot merupakan salah satu angkutan umum yang masih banyak digunakan oleh masyarakat di Purwokerto. Moda transportasi ini memiliki banyak kelebihan, dan juga kekurangan. Salah satu kekurangan adanya praktik penurunan penumpang secara sepihak yang dilakukan supir angkot yang disebabkan adanya penumpang baru dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan penumpang lama sehingga dirasa lebih menguntungkan bagi pihak supir sehingga supir memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan hingga tujuan akhir penumpang. Hal ini tentu merugikan penumpang. Maka penulis ingin menganalisis berdasarkan perspektif hukum ekonomi syariah (HES). Jenis penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Sumber data primer pada penelitian ini yaitu dengan hasil wawancara menggunakan teknik purposive sampling, sedangkan data sekunder diambil dari sumber yang terkait dengan topik penelitian seperti jurnal, buku-buku, penelitian terdahulu dan dokumen resmi. Metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi sehingga diambil lima supir angkot, lima penumpang angkot dan satu pengelola terminal Dinas Perhubungan Kabupaten Banyumas sebagai informan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari wawancara terhadap 5 supir angkot, apabila dilihat dari kesesuaian terhadap rukun dan syarat sah ija>rah,kesemuanya belum sepenuhnya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Kewajiban penyedia jasa (mu’jir) untuk menunaikan perjanjian yang telah disepakati bersama penyewa (musta’jir) tidak terpenuhi sehingga menyebabkan terjadinya pembatalan sepihak. Dari aspek pembayaran upah (ujrah) ditemukan bahwa dengan mengacu pada hasil wawancara responden, akad ija>rah salah satu supir angkot tidak sah karena meminta upah kepada penumpang padahal kewajibannya belum terpenuhi. Sementara empat supir lainnya tetap sah dan tidak merugikan penumpang karena tidak meminta upah kepada penumpang yang mereka turunkan sebelum sampai tempat tujuan sebenarnya.