Penelitian ini membahas praktik jual beli singkong dengan sistem borongan di Desa Pamulihan, Kecamatan Karangpucung, Kabupaten Cilacap, serta analisisnya dalam perspektif fikih muamalah. Latar belakang penelitian ini muncul karena jual beli borongan dilakukan hanya berdasarkan taksiran jumlah singkong tanpa takaran atau timbangan yang pasti, sehingga menimbulkan potensi gharar (ketidakjelasan) yang dapat mempengaruhi keabsahan akad menurut hukum Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mekanisme jual beli singkong secara borongan dan menganalisis kesesuaiannya dengan rukun serta syarat sah jual beli menurut fikih muamalah. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris dengan jenis penelitian lapangan (field research). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi terhadap pelaku, yaitu penjual dan pemborong. Data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik jual beli singkong dengan sistem borongan memudahkan petani menjual hasil panen tanpa biaya tambahan, sedangkan pemborong berpeluang memperoleh keuntungan lebih besar bila hasil panen melebihi perkiraan. Namun, transaksi ini mengandung potensi garar karena objek akad tidak diketahui secara pasti saat akad berlangsung. Dalam fikih muamalah, jual beli borongan (al-jizaf) dibolehkan asalkan objek dapat dilihat langsung, diketahui sifatnya, dan tidak menimbulkan ketidakpastian yang berlebihan. Oleh karena itu, praktik ini termasuk jual beli yang sah (mubah) selama dilakukan atas dasar kerelaan kedua belah pihak. Peneliti merekomendasikan penaksiran yang lebih cermat agar unsur garar dapat diminimalkan demi keadilan dan transparansi. Kata Kunci: Jual Beli Singkong, Sistem Borongan, Fikih Muamalah, Garar.