No image available for this title

Skripsi

AUTOCRATIC LEGALISM DALAM KEWENANGAN PEMERINTAH MENGENAI PERIZINAN PERTAMBANGAN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 37/PUU-XIX/2021)



Kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara pada awalnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah namun setelah disahkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 banyak kewenangan yang ditarik ke Pemerintah Pusat yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3) hal tersebut tentunya menjadi problematis karena menyimpang dari otonomi daerah sebagai reformasi ketatanegaraan. Penarikan kewenangan perizinan pertambangan kepada Pemerintah Pusat dinilai menyalahi asas desentralisasi dan membuat keadilan masyarakat sekitar pertambangan makin sulit dicapai karena akses dan efisiensi semakin jauh. Undang-Undang Minerba pun diajukan pengujian undang-undang materiil kepada Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Perkara 37/PUU-XIX/2021, namun sayangnya Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan terkait pasal 4 ayat (3) dan Pasal (4) ayat (2) tidak dapat diterima. Putusan tersebut menguatkan penghilangan kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pertambangan yang tidak sesuai dengan nilai otonomi daerah dan semangat reformasi yang tertuang dalam UUD 1945. Penelitian menggunakan pendekatan yuridis normatif, pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (Conceptual Approach) yang berfokus kepada kajian teori, konsep, asas hukum, peraturan perundang-undangan yang tertulis, serta norma yang hidup di masyarakat. Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian studi Pustaka (library research) dengan mengumpulkan data serta informasi yang bersumber dari data kepustakaan yaitu buku, artikel yang menggunakan metode dokumentasi dengan sumber data primer yaitu salinan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XIX/2021. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penafsiran Mahkamah Konstitusi terhadap penghapusan kewenangan pemerintah daerah dalam pasal 4 ayat (2) dan (3) yang kurang komprehensif dan mendalam mengindikasikan adanya pengabaian terhadap tujuan atau politik hukum konstitusi negara (UUD 1945) khususnya pasal 18 ayat (5) yang dijadikan pertimbangan hukum terkait pembagian kewenangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat namun faktanya pasal tersebut merupakan tonggak awal otonomi daerah sehingga tidak sesuai dengan apa yang dipertimbangkan mahkamah untuk memutus perkara ini, dengan tidak memaknai politik hukum pasal tersebut Mahkamah seharusnya menjadi garda terakhir penghalau Undang-Undang yang disusun atas kepentingan pihak tertentu, dikhawatirkan peraturan yang dibuat dilegalkan untuk bisa menjalankan kebutuhan politik dan rezimentasi pemerintahan yang berjalan sesuai dengan fenomena Autocratic Legalism yang melegitimasi peraturan yang diinginkan oleh aktornya. Kata Kunci: Autocratic Legalism, UU Minerba, Otonomi Daerah, Putusan Mahkamah Konstitusi


Ketersediaan

25SK5101201.1Skripsi Syariah-HTNPerpustakaan UIN Saizu (Lt 3 Skipsi)Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak dipinjamkan

Informasi Detil

Judul Seri
-
No. Panggil
Skripsi Syariah-HTN
Penerbit SYARIAH/HTN IAIN PURWOKERTO : Purwokerto.,
Deskripsi Fisik
xxvi, 124hal; 30cm. + lampiran
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
-
Klasifikasi
NONE
Tipe Isi
-
Tipe Media
-
Tipe Pembawa
-
Edisi
Cet.1
Subyek
-
Info Detil Spesifik
-
Pernyataan Tanggungjawab

Versi lain/terkait

Tidak tersedia versi lain




Informasi


DETAIL CANTUMAN


Kembali ke sebelumnyaXML DetailCite this