Detail Cantuman
Advanced Search
Skripsi
ANALISIS KEWENANGAN MPR PASCA AMANDEMEN UUD DALAM PENCABUTAN TAP MPR PERSPEKTIF FIQH SIYASAH(Studi atas Pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, dan TAP MPR Nomor II/MPR/2001)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) telah menjadi bagian integral dalam hierarki peraturan perundang undangan Indonesia sejak ditegaskan melalui TAP MPRS No.XX/MPRS/1966. Namun, kedudukan TAP MPR terus mengalami dinamika, terutama pasca reformasi dan amandemen konstitusi yang membatasi kewenangan normatif MPR. Kontroversi terbaru muncul ketika MPR RI mencabut sejumlah TAP MPR yang berkaitan dengan mantan Presiden Republik Indonesia melalui surat administratif. Langkah ini memicu polemik di kalangan akademisi karena menimbulkan keraguan terhadap validitas hukumnya. Penelitian ini mengkaji dalam perspektif Fiqh siyasah dengan menekankan peran Ahl al-hall wa al-‘aqd sebagai simbol otoritas representatif umat. Penelitian ini dikategorikan penelitian kepustakaan (library reseacrh). Pendekatan penelitian yang integrasikan dalam penelitian ini ialah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approch). Hasil penelitian menunjukan MPR tidak berwenang dalam pencabutan TAP MPR melalui surat Pimpinan MPR, hal ini dengan Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Secara normatif, undang-undang tersebut menegaskan bahwa pencabutan hanya sah jika dilakukan oleh norma yang setara atau lebih tinggi. Penjelasan Pasal 7 bahkan secara eksplisit hanya mengakui TAP MPR Nomor I/MPR/2003 sebagai acuan yang berlaku, yang secara implisit menutup kemungkinan MPR menetapkan TAP baru. Hal ini menimbulkan anomali konstitusional: TAP tidak dapat dicabut selain oleh TAP, sementara MPR tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengeluarkannya. Kekosongan norma ini menciptakan rechtvacuum bukan hanya secara prosedural, tetapi juga konseptual, karena ketiadaan mekanisme hukum yang sah untuk menghapus TAP. Dalam perspektif Fiqh siyasah, melalui kacamata Ahl al-hall wa al-‘aqd, tindakan tersebut mencerminkan ketidakterlibatan kolektifitas musyawarah lembaga yang mewakili kehendak rakyat. Kondisi ini menuntut rekonstruksi legislasi guna menjamin kepastian hukum, konsistensi sistem norma, dan mencegah penyimpangan kewenangan dalam praktik ketatanegaraan Indonesia. Kata Kunci: MPR, TAP MPR, Fiqh Siyasah
Ketersediaan
25SK5101219.1 | skripsi syariah-HTN | Perpustakaan UIN Saizu Purwokerto (Lt. 3 Skripsi) | Tersedia namun tidak untuk dipinjamkan - Tidak dipinjamkan |
Informasi Detil
Judul Seri |
-
|
---|---|
No. Panggil |
skripsi syariah-HTN
|
Penerbit | FAKULTAS SYARIAH UIN SAIZU-PRODI HTN : Purwokerto., 2025 |
Deskripsi Fisik |
xx, 112 hal.; 30 cm. + lampiran
|
Bahasa |
Indonesia
|
ISBN/ISSN |
-
|
Klasifikasi |
NONE
|
Tipe Isi |
-
|
Tipe Media |
-
|
---|---|
Tipe Pembawa |
-
|
Edisi |
Cet.1
|
Subyek |
-
|
Info Detil Spesifik |
-
|
Pernyataan Tanggungjawab |
Dedi Dwi Pamungkas
|
Versi lain/terkait
Tidak tersedia versi lain