Hukum perkawinan di Indonesia memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat yang ketat dan diatur dalam Undang-undang. Syarat-syaat tersebut ialah syarat alternatif pada pasal 4 ayat (2) dan syarat komulatif pada pasal 5 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada putusan Pengadilan Agama Cilacap tenteang izin Poligami, Majelis Hakim lebih mempertimbangkan syarat komulatif dan menomor duakan syarat alternatif yang menjadi syarat utama izin poligami. Tujuan dari penelitian ini agar dapat mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan izin poligami dan melihat putusan izin poligami dari aspek kepastian hukum dan keadilan Gustav Radbruch. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka dan menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan memakai Undnag-undang dan norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan skunder. Tehnik pengumpulan data menggunakan studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi. Tehnik analisis data menggunakan tehnik deskriptif kualitatif, menggunakan alur berfikir deduktif, dengan melihat aturan yang berlaku dan fakta dilapangan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa dalam putusan izin poligami Pengadilan Agama Cilacap Nomor 2284/Pdt.G/2022/PA.Cl, dan putusan Nomor 5848/Pdt.G/2022/PA.Clp, hakim mempertimbangkan dengan syarat komulatif dan tidak mempertimbangkan dengan syarat alternatif. Ratio decidendi hakim Pengadilan Agama Cilacap masih belum sepenuhnya menerapkan nilai kepastian hukum. Karena didalamnya belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip dari kepastian hukum yang digagas oleh Gustav Radbruc. Perlu adanya pemahaman ulang terkait putusan izin poligami supaya dapat membuat putusan yang baik tanpa mengurangi nilai kepastian hukum dan keadilan hukum.