MEMBACA ADALAH SEKOLAH KEPRIBADIAN
Advanced Search"Bahayanya dari menurunnya minat baca adalah meningkatnya minat berkomentar (Zenrs)"
Heading diatas sekedar mengingatkan kembali akan manfaat luar biasa dari membaca. Sekaligus mendorong kita untuk terus memiliki minat baca dan tidak mengurangi atau bahkan menghilangkan kebiasaan membaca. Membaca adalah perintah tuhan yang niscaya memiliki efek luar biasa.
Sebagai ilustrasi, orang membaca tidak banyak bicara. Orang membaca yang bekerja itu otak dan mata. Kalaupun bersuara itu hanya untuk penguatan daya tangkap otak dan membawa perasaan untuk turut terlibat dalam plot bacaan. Setelah membaca maka akan keluar ide dan cara berpikir yang mudah diterima.
Pembaca itu tipe orang dengan intelektualitas yang fokus memahami fenomena, menghayati isi, berlogika dan prototipenya seorang periset yang alur pikirannya akan diawali dengan latar belakang, masalah, manfaat dan tujuan, pembahasan dan diakhiri dengan kesimpulan. Seorang pembaca bukan orang yang mudah berkomentar, mengobral ide, sugesti dan sanjungan kepada orang lain apalagi menjustifikasi.
Sang pembaca ibarat seorang murid yang sedang bersekolah untuk mengkompetensikan diri menjadi tipe sang penelaah yang memiliki keluhuran berpikir dan berlogika tinggi sehingga bicaranya akan terarah, fokus dan sering diandalkan untuk menjadi solusi masalah.
Sebaliknya, dan ini bukan pendapat saya pribadi, tetapi mengutip pendapat dari seorang esais, Zen RS bahwa Bahaya dari menurunnya minat baca adalah Meningkatnya minat berkomentar. Tanpa harus mengeneralisir konteks dari pernyataan ini namun kita akan sadari bahwa komentar berbobot itu sebanding lurus dengan wasasan informasi dan pengetahuan yang hulunya pada intensitas membaca. Sebuah kata bijak lebih menguatkan hal ini, bahwa semakin banyak bicara, semakin banyak lidah terpeleset pada kesalahan, kekeliruan yang berujung pada penyesalan.
Dalam sebuah pepatah disebutkan, lidah itu ibarat pedang. Mulutmu harimau mu. Sakitnya tersayat pedang tidak seberapa dari sakitnya tersayat lidah orang. Diam itu emas,bicara itu perak. Sekian pepatah itu mengindikasikan bahwa lidah adalah harga diri. Sehingga cerdas berlidah menunjukan dirinya cerdas dari sisi logika, intelektualitas dan juga moralnya. Sedangkan semakin banyak bicara, atau berkomentar akan semakin kosong substansi bicara dan komentarnya, dan itu berbahaya. Efeknya bukan saja pada ketidak senangan orang lain, namun juga sekaligus menjadi cerminan akan merendahkan martabat diri.
Tidak bisa dipisahkan antara pembaca dan dan bahan bacaan. Sama halnya antara guru dan murid. Seorang yang berguru pada sufi, maka kelak menjadi sufi juga. Seorang yang berguru pada ahli komputer dan jaringan, maka kelak menjadi ahli komputer dan jaringan. Seorang yang berguru pada ahli orasi, maka kelak menjadi orator ulung dan sebagainya. Demikian halnya bahan bacaan. Apa yang menjadi pilihan bahan bacaan dan yang diminatinya, maka iapun akan menjadi pribadi sebagaimana apa yang dibacanya.
Mari kita belajar bijak melalui banyak membaca. Kebijakan itu tidak bisa lepas dari kemauan diri mencari infomasi. Menjadi seorang yang bijak harus banyak mencari informasi tentang sumber-sumber kebijakan dari manapun. Bijak dalam masalah agama dan moral maka informasi keagamaan, moral, norma dan etika harus ditekuni. Demikian halnya bijak dalam masalah ekonomi, politik, pemerintahan dan sebagainya. Membaca adalah salah satu cara paling sederhana dan mudah untuk mencapai tujuan itu. (A. Nurohman)
Informasi
Akses Katalog Publik Daring - Gunakan fasilitas pencarian untuk mempercepat penemuan data katalog